Wednesday, September 22, 2004

dEtIK-dEtiK tERaKHiR

Zzzzzz…….zzzzzzzzzz……zzzzzzzzzzz
“Radiiiiiiiiiiiiiiiiiit, banguunnn!!! Dah siang nih, solat subuh dulu.” Dari adzan tadi dibangunin kok belum bangun-bangun, dasar kebluk! “Radiiiit, dah jam lima lewat”…akhirnya aku masuk kamarnya, kunyalakan lampu kamarnya, eh ternyata dia masih asik-asik tidur pulas dalam gulungan selimut. “Radit, bangun!!, teriakku sambil menarik selimut dan bantal dari pelukannya. “iya, mba, iya, 5 menit aja lagi”, katanya. “Ngga ada iya-iya, bangun, sholat dulu sana!!, akhirnya dengan lemas dan mata melek setengahnya, pergilah ia mengambil wudlu untuk sholat shubuh.

Alhamdulilah, kami lahir dari keluarga yang taat ibadah. Ayah dan ibu selalu mengajarkan kepada kami untuk rajin sholat lima waktu. Walaupun cuek begitu, sholat lima waktu tak pernah terlewat oleh adikku. Tapi kalo masalah sholat shubuh? Duh susahnya minta ampun.

Radit itu emang adikku satu-satunya. Maklum masih ABG, kerjaan begadang semaleman, tuh, alhasil, jadi susah deh dibangunin. Gaul ke sanalah, gaul ke sinilah, ya aku sih maklum aja, wajar lah seumurnya dia. Radit itu orang yang sangat menyenangkan, selalu membuat suasana menjadi hangat.

Sangat berbeda dengan keadaannya kini, hanya bisa berbaring di tempat tidur. Untuk berdiri saja dia sulit. Innalilahi, semenjak setahun yang lalu dia divonis leukemia. Ya, kanker sel darah putih. Kami sekeluarga sangat sedih, tiada senyum ceria, tawa bahagia seperti dulu lagi. Seolah senyuman itu telah terenggut entah kemana ditelan bumi. Entah apa penyebab sakit itu, dokter-dokter itupun masih bingung.

Melihat badannya yang semakin kurus, rambutnya yang kian rontok, sangat memilukan kami, terlebih mama yang sangat terpukul melihat keadaannya. Walaupun begitu, ia selalu terlihat tersenyum, tak pernah ia menampakkan kelelahan dan kesedihan.

“Mbak, maafin aku ya selama ini selalu merepotkan”, dia berkata selagi aku menyuapi dia makan. Hatiku menangis perih, tapi berusaha tetap tegar di depannya. “Kamu ngomong apa sih? Mbak seneng kok ngelakuin ini, mbak kira, kamu akan melakukan hal yang sama kalo mbak yang seperti ini.” Lalu dia tersenyum, wajah yang tabah itu….. “Kenapa mbak, kenapa harus saya?” ya, akhirnya dia mengeluarkan kata itu, setelah setahun kulihat wajah tegar itu. “Aku ga mau melihat mama sedih, aku ga mau melihat papa sedih, aku ga mau melihat mbak sedih”. Memang pasti terlihat jelas, bahwa semua di rumah ini berubah setelah dia divonis sulit untuk bertahan.

“Semua ini sudah jalan allah, mbak tau kamu mengerti itu, meskipun berat, kamu telah menunjukkan bahwa kamu itu kuat dan tidak menyerah, Kamu harus mengerti bahwa semua ini pasti ada hikmahnya”, dengan lembut aku bicara padanya. Dia hanya tersenyum….

Aku ditelfon mama ketika sedang kuliah, katanya radit anfal, dia dibawa ke rumah sakit. Aku langsung menyusul. Mama terlihat sangat sedih, papa pun begitu, aku langsung memeluk mama. Tak tega aku melihat radit dengan infus, tabung oksigen, dan alat-alat itu, entah apa namanya. Wajahnya begitu pucat. “Ma, radit kenapa ma? Tanyaku. “Panas badannya tinggi sekali, sampai 40 derajat, dokter bilang mungkin terkena infeksi”. Akhir-akhir ini mama terlihat tenang, papa sering memberikan bacaan-bacaan mengenai takdir Allah pada mama.

Walaupun sangat sulit, kami harus tetap tegar. Sejak kepergian radit, mama dan papa memutuskan untuk mengangkat anak dari panti asuhan. Kehadiran Dito membuat suasana rumah hangat kembali.

Aku percaya, bahwa kematian seseorang sudah ditentukan sejak belum dilahirkan ke dunia. Ya, semua orang pasti mati, hanya soal waktu, tak peduli tua, muda, miskin, kaya, semua akan merasakan mati. Aku berharap semoga bisa mempersiapkan yang terbaik untuk bekalku setelah mati.

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. Al Munafiqun 63:11)

Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti), apa yang akan dijalaninya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui, di bumi mana ia akan mati (Q.S. Luqman 31:34)

No comments: